Selasa, 18 Februari 2014

Tugas Pertama FBI (Fonologi Bahasa Indonesia) FU (FKIP UIR)

A.Sifat-Sifat Bahasa

1. Bahasa itu adalah Sebuah Sistem

Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.

Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon. Secara hirarkial, bagan subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.


2. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
3. Bahasa itu berupa bunyi
Menurut Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

4. Bahasa itu bersifat arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.

Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.


5. Bahasa itu bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa


6. Bahasa itu bersifat konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.
7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.

8. Bahasa itu bersifat universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

9. Bahasa itu bersifat produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:

  • /i/-/k/-/a/-/t/ 

  • /k/-/i/-/t/-/a/

  • /k/-/i/-/a/-/t/

  • /k/-/a/-/i/-/t/

10. Bahasa itu bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:

  1. Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan. 

  1. Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.

  1. Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.


11. Bahasa itu bersifat dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

12. Bahasa itu manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.

13. Bersifat insani

bahasa dikatakan bersifat insani karena hanya manusialah yang memiliki bahasa

Sumber: http://sastra33.blogspot.com/2011/06/linguistik-umum-2.html  

B. Ada 3 istilah ''linguistik'' yang terkenal yaitu:
Langage : berarti bahasa secara umum (abstrak, bahasa milik manusia), seperti tampak dalam ungkapan “manusia punya bahasa sementara hewan tidak”.
Langue : artinya suatu bahasa tertentu yaitu bahasa nasional / sistem tersendiri) seperti bahasa arab, bahasa inggris, atau bahasa jawa
Parole : adalah bahasa dalam wujudnya yang konkret yang berupa ujaran, ucapan menurut logatnya, (individu).


C. Linguistik di lihat dari pembidanganya, di lihat dari segi pembidanganya, maka linguistik dapat dibagi atas :
·        
·         Linguistik Terapan
      Ilmu yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis. Linguistik terapan dapat juga dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan-peroalan praktis yang banyak sangkut pautnya dengan bahasa. Jadi, linguistik hanya dipakai sebagai alat. Misalnya, dalam pengajaran bahasa, linguistik dapat di manfaatkan untuk mengajarkan bahasa agar perolehan anak akan lebih meningkat.
·         Linguistik Teoritis
      Linguistik teoritis adalah bidang penelitian bahasa (linguistik) yang dilakukan untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa manusia pada umumnya . Bidang-bidang yang secara umum dianggap sebagai inti linguistik teoritis adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Linguistik teoritis juga terlibat dalam pencarian universal linguistik, yaitu sifat umum yang dimiliki semua bahasa.
Linguistik teoritis mengutamakan penelitian bahasa dari segi internal. Jadi, meneropong bahasa  dari kegiatan-kegiatan yang di jumpai  dalam bahasa.
Istilah linguistik teoritis hendaknya dibedakan dengan istilah teori linguistik.

D. Unsur bahasa dalam bentuk kalimat-kalimat. Kalimat terdiri dari unsur segmental dan suprasegmental.
1. Unsur segmental adalah rentetan bunyi yang membentuk satuan-satuan bunyi. Unsur segmental
yang terkecil adalah fonem. Yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan huruf.
2. Unsur suprasegmental merupakan unsur kalimat yang berupa intonasi yang terdiri atas lafal, tekanan, nada dan jeda.

* Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang mengucapkan bunyi-bunyi bahasa.
* Tekanan adalah panjang pendek, atau keras lemahnya bagian-bagian ujaran tertentu.
- Tekanan dalam bahasa tertentu bersifat fonemis (dapat membedakan makna kata) dan
- Tekanan dalam bahasa Indonesia tidak bersifat fonemis (tidak berfungsi sebagai pembeda makna kata). Di samping itu, tekanan juga berfungsi untuk menandai bagian-bagian yang dipentingkan.
* Nada adalah naik turun atau tinggi rendahnya suara dalam pelafalan kalimat. Nada memiliki peranan penting dalam pembentukan isi/jenis kalimat.
- Kalimat berita menggunakan nada akhir menurun, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan titik (.),
- Kalimat perintah menggunakan nada mendatar yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru (!),
- Kalimat tanya menggunakan nada akhir naik yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya (?).
* Jeda merupakan kesenyapan antarbagian ujaran yang mengisyaratkan batas satuan ujaran itu. Dalam bahasa tulis kesenyapan dilambangkan dengan spasi, garis miring(/), koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda hubung (-), dan tanda pisah (--).  

E. Ejaan

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dan sebagainya) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna.
Tulisan yang lebih duluan karena berpikir yang dituangkan dalam kata-kata setelah ejaan
Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu
  1. aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
  2. aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
  3. aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.       

    Sumber
    : Harimurti Kridalaksana (2008). Kamus Linguistik (ed. 4). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8.
  1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan karya Ch.A. Van Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan Van Ophuysen:
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
  1. Huruf (u) ditulis (oe).
  2. Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
  3. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran itu diberi tanda trema (”)
  4. Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
  5. Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
  6. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
    • Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
    • Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
    • Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.

2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
  1. Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
  2. Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
  3. Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya kata’ menjadi katak.
  4. Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya ejaan, seekor, dsb.
  5. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
a. Berlari-larian
b. Berlari2-an
6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
Contohnya :
a. Tata laksana
b. Tata-laksana
c. Tatalaksana
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet) dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra) bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).

3. Ejaan Malindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu dan Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara.Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.

4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD
Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

Sumber :Syafi’ie, Dr. Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP Malang
Yaqin, M. Zubad Nurul. 2011. Bahasa Indonesia Keilmuan. Malang: UIN Maliki Press
Tim Pustaka Widyatama. 2009. EYD Lengkap. Malang: Pustaka Widyatama
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar