A.Sifat-Sifat Bahasa
1. Bahasa itu adalah Sebuah Sistem
Sistem
berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu
dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari
unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan
membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem,bahasa itu
bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun
menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa
itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem
atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran
linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran
sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon. Secara hirarkial,
bagan subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.
2. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang
dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu
semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam
kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda
yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala
(sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang
bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat
wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
3. Bahasa itu berupa bunyi
Menurut
Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat
dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam
tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap
manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia termasuk bunyi bahasa.
4. Bahasa itu bersifat arbitrer
Kata
arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap,
mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak
adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu)
dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang
dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang
bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung
signifiant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada
hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang
yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata
apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa
menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri)
yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi
”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.
5. Bahasa itu bermakna
Salah
satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang.
Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep,
suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi
itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena
bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat
disebut bukan bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
6. Bahasa itu bersifat konvensional
Meskipun
hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat
arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu
bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu
mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili
konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat
bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan
digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.
7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa
dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas
sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa
menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan
kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
8. Bahasa itu bersifat universal
Selain
bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri
yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini.
Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu
mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
9. Bahasa itu bersifat produktif
Bahasa
bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas,
tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat
satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai
dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem
dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem
tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
/i/-/k/-/a/-/t/
/k/-/i/-/t/-/a/
/k/-/i/-/a/-/t/
/k/-/a/-/i/-/t/
10. Bahasa itu bervariasi
Anggota
masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan
berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena
perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada
tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan.
Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.
11. Bahasa itu bersifat dinamis
Bahasa
tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang
keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan
dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu
berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi
dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru,
peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
12. Bahasa itu manusiawi
Alat
komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang
bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa
bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam
arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh
manusia.
13. Bersifat insani
bahasa dikatakan bersifat insani karena hanya manusialah yang memiliki bahasa
Sumber: http://sastra33.blogspot.com/2011/06/linguistik-umum-2.html
B. Ada 3 istilah ''linguistik'' yang terkenal yaitu:Langage : berarti bahasa secara umum (abstrak, bahasa milik manusia), seperti tampak dalam ungkapan “manusia punya bahasa sementara hewan tidak”.
Langue : artinya suatu bahasa tertentu yaitu bahasa nasional / sistem tersendiri) seperti bahasa arab, bahasa inggris, atau bahasa jawa
Parole : adalah bahasa dalam wujudnya yang konkret yang berupa ujaran, ucapan menurut logatnya, (individu).
C. Linguistik di lihat dari pembidanganya, di lihat dari segi pembidanganya, maka linguistik dapat dibagi atas :
·
·
Linguistik Terapan
Ilmu yang berusaha menerapkan hasil
penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis. Linguistik terapan
dapat juga dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan-peroalan praktis yang banyak
sangkut pautnya dengan bahasa. Jadi, linguistik hanya dipakai sebagai alat.
Misalnya, dalam pengajaran bahasa, linguistik dapat di manfaatkan untuk
mengajarkan bahasa agar perolehan anak akan lebih meningkat.
·
Linguistik Teoritis
Linguistik teoritis adalah bidang penelitian bahasa (linguistik) yang dilakukan untuk mendapatkan kaidah-kaidah
yang berlaku dalam bahasa manusia pada umumnya .
Bidang-bidang yang secara umum dianggap sebagai inti linguistik teoritis
adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Linguistik teoritis juga terlibat dalam pencarian universal linguistik, yaitu sifat umum yang dimiliki semua bahasa.
Linguistik teoritis mengutamakan
penelitian bahasa dari segi internal. Jadi, meneropong bahasa dari
kegiatan-kegiatan yang di jumpai dalam
bahasa.
Istilah
linguistik teoritis hendaknya dibedakan dengan istilah teori linguistik.
D. Unsur bahasa dalam bentuk kalimat-kalimat. Kalimat terdiri dari unsur segmental dan suprasegmental.
1. Unsur segmental adalah rentetan bunyi yang membentuk satuan-satuan bunyi. Unsur segmental
yang terkecil adalah fonem. Yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan huruf.
2. Unsur suprasegmental merupakan unsur kalimat yang berupa intonasi yang terdiri atas lafal, tekanan, nada dan jeda.
* Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang mengucapkan bunyi-bunyi bahasa.
* Tekanan adalah panjang pendek, atau keras lemahnya bagian-bagian ujaran tertentu.
- Tekanan dalam bahasa tertentu bersifat fonemis (dapat membedakan makna kata) dan
- Tekanan dalam bahasa Indonesia tidak bersifat fonemis (tidak berfungsi sebagai pembeda makna kata). Di samping itu, tekanan juga berfungsi untuk menandai bagian-bagian yang dipentingkan.
* Nada adalah naik turun atau tinggi rendahnya suara dalam pelafalan kalimat. Nada memiliki peranan penting dalam pembentukan isi/jenis kalimat.
- Kalimat berita menggunakan nada akhir menurun, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan titik (.),
- Kalimat perintah menggunakan nada mendatar yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru (!),
- Kalimat tanya menggunakan nada akhir naik yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya (?).
* Jeda merupakan kesenyapan antarbagian ujaran yang mengisyaratkan batas satuan ujaran itu. Dalam bahasa tulis kesenyapan dilambangkan dengan spasi, garis miring(/), koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda hubung (-), dan tanda pisah (--).
E. Ejaan
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dan sebagainya) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna.
Tulisan yang lebih duluan karena berpikir yang dituangkan dalam kata-kata setelah ejaan
Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu
- aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
- aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
- aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
Sumber: Harimurti Kridalaksana (2008). Kamus Linguistik (ed. 4). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8.
- Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen disebut
juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna bahasa menerapkannya
sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan karya Ch.A. Van Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan Van Ophuysen:
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
-
Huruf (u) ditulis (oe).
-
Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
-
Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran itu diberi tanda trema (”)
-
Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
-
Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
-
Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
-
Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
-
Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
-
Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
-
Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
-
Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
-
Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya kata’ menjadi katak.
-
Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya ejaan, seekor, dsb.
-
Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
a. Berlari-larian
b. Berlari2-an
6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
Contohnya :
a. Tata laksana
b. Tata-laksana
c. Tatalaksana
7.
Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah
(pepet) dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah,
misalnya: (putra) bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).
3. Ejaan Malindo
Ejaan
Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan
melayu dan Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa
Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara.Ejaan Malindo ini belum
sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD
Pada
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan
Putusan Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena
penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober
1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah
ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi
dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Sumber :Syafi’ie, Dr. Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP Malang
Yaqin, M. Zubad Nurul. 2011. Bahasa Indonesia Keilmuan. Malang: UIN Maliki Press
Tim Pustaka Widyatama. 2009. EYD Lengkap. Malang: Pustaka Widyatama
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar